Jumat, 22 Mei 2009

ANTARA AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN

ANTARA AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN

Ilmu pengetahuan adalah selalu bersifat dinamis, maka dari itulah ilmu pengetahuan selalu berubah dan tidak statis dalam perkembangannya. Ilmu pengetahuan selalu memenuhi permintaannya dan selalu eksis dalam perkembangan zaman kuno sampai sekarang. Sehingga kebanyakan orang-orang barat beranggapan dan cenderung meninggalkan agamanya sendiri karena ilmu pengetahuan dengan agama tidak selevel artinya tidak sepaham dalam menjawab tantangan zaman modern yang selalu berkembang. Menurut mereka agama bersifat statis dan bersifat absolut artinya tidak bersifat terbuka atau tidak bersifat dinamis, tidak sama dengan ilmu pengetahuan yang bersifat dinamis. Dan mereka menganggap bahwa agama yang merintangi terhadap perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena dengan agamanya mereka terkekang dan tidak bisa berbuat apa-apa. Dengan agamanya mereka dalam keadaan kejumudan dan ketertinggalan. Dan dengan agamanya mereka tidak bisa mengikuti perkembangan zaman dan tidak bisa menjawab persoalan-persoalan yang sedang di hadapi terutama dalam masalah perkembangan ilmu pengetahuan. Sehingga orang-orang barat banyak menganggap bahwa agama adalah sebagai budaya dan ilustrasi manusia. Dengan demikian, maka jelaslah bahwa yang ada di angan-angan mereka hanya materi saja, dan meniadakan terhadap hal-hal yang sifatnya immateri. Akan tetapi persoalannya sekarang adalah bagaimana ilmu pengetahuan menurut islam ?. bagaimana islam memposisikan ilmu pengetahuan dan teknologi dan bagaimana nanti perakteknya ?.

Dalam pembahasan ini perlu kiranya kita membahas agama secara mendeteil, karena pokok bahasan kita sekarang adalah relasi ilmu pengetahuan dengan agama. Yang kita ketahui sekarang agama adalah datangnya dari wahyu yang bersifat mutlak dan absolut. Akan tetapi mungkinkah semua agama atau wahyu yang disampaikan sifatnya mutlak dan absolut ?. yang kemudian agama yang sifatnya mutlak dan absolut akan membawa kita kepada kestatisan ?.

Sebenarnya tidak semua ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama itu adalah bersifat mutlak dan absolut. Menurut Harun Nasution dalam bukunya Islam Rasional, ia mengatakan bahwa ajaran-ajaran agama adalah terbagi kepada dua kelompok besar.(1)Pertama, ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam ketab suci yang diwahyukan Tuhan dari atas. Dan wahyu dari Tuhan ini bukan dari hasil sebuah pemikiran manusia, ajaran-ajaran ini bersifat mutlak dan benar, kekal tidak boleh berubah dan tidak boleh dirubah. Kedua, ajaran-ajaran dasar yang diwahykan itu memerlukan penafsiran bagaimana pelaksanaanya. Dan dari hasil penafsiran dan cara-cara penjelasan ini juga sebagai ajaran agama. Karena hasil dari kelompok kedua ini adalah hasil pemikiran manusia, bukan wahyu dari Tuhan, ia tidak bersifat absolut, dan tidak kekal, melainkan bersifat nisbi dan dapat berubah dan diubah menurut perkembangan zaman.

Kita mengakui bahwa bentuk agama yang pertama itu memang tidak bisa untuk menghadapi perkembangan zaman karena sifatnya absolut dan mutlak kebenarannya. Akan tetapi yang banyak memberikan peluang kepada umatnya dalam ikut serta dalam perkembangan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah kelompok kedua. Dan akan lebih mudah untuk mengikuti mengikuti perkembangan zaman modern.

Dalam pandangan islam, agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. memang terdapat dua ajaran kelompok dasar, yaitu ajaran dasar dan ajaran dalam bentuk penafsiran dan penjelasan tentang perincian dan pelaksanaan ajaran-ajaran dasar itu. Al-Qur’an sebagai ajaran dasar yang di wahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui malaikat jibril. Maka yang di sebut wahyu dan bersifat absolut benat, kekal, tak berubah dan tak boleh diubah dalam islam, ialah ayat-ayat dalam teks Arab yang terdapat dalam Al-Qur’an. Sedangkan penafsiran dari ayat-ayat itu, apalagi terjemahannya dalam bahasa asing, bukanlah wahyu tetapi hasil pemikiran manusia. Dan dari kedua kelompok ajaran inilah mengandung masalah keimanan, ibadah dan hidup kemasyarakatan manusia.

Di samping itu, dalam Al-Qur’an terdapat lagi beberapa ayat yang membicarakan tetang fenomina-fenomina alam yang di kenal dengan nama ayat kawniyah, yaitu ayat-ayat tentang kejadian atau kosmos.(2)Contoh ayat yang membicarakan tentang kosmos seperti Al-Qur’an surat Yunus ayat 101 yang artinya, “Katakanlah: Perhatikanlah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi….” Dan Al-Qur’an surat Al-Ankabut ayat 20 yang berbunyi; “Katakanlah: Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan dari permulaannya.” Dari ayat ini jelaslah bahwa kita tidak mampu memperhatikan alam secara detil hanya dengan mata telanjang dan tanpa batuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan bagaimana kita akan memperhatikan langit dan bumi tanpa adanya alat untuk memperhatikan keduanya.

Mungkin saja titik temunya antara agama dengan ilmu pengetahuan adalah terletak pada fungsi akal pada manusia. Dari fungsi akal itulah akan melahirkan fenomina-fenomina baru. Dalam islam, akal mempunyai kedudukan yang tinggi. Akal disini tidak hanya di fungsikan kepada hal-hal yang bersifat kawniyah saja, akan tetapi juga kepada hal-hal yang sifatnya keagamaan seperti ibadah dan teologi untuk mengetahui Tuhannya. Maka dengan demikian akal dalam islam mempunyai peranan penting.

Dengan dimikian, ilmu pengetahuan dalam islam sangat di perlukan dan sebagai penunjang untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Karena Al-Qur’an tidak hanya mengajarkan masalah-masalah ketuhanan saja tetapi juga mengungkap masalah-masalah kealaman untuk lebih mengenal kekuasaan-Nya. Bagi agama islam perkembangan ilmu pengetahuan tidak bertentangan dan agama tidak bersifat selalu statis dan stagnan. Dan dalam Al-Qur’an banyak ayat yang sifatnya mendorong umatnya untuk selalu berfikir dengan menggunakan akalnya yang telah di berikan oleh-Nya.



(1) Lihat Harun Nasution Islam Rasional, Hal: 291-292

(2) Lihat Dr. Mahdi Ghulsyani. Filsafat – Sains menurut Al-Qur’an. Hal:79

Tidak ada komentar:

Posting Komentar