Ada empat macam yang harus dilakukan dalam pengurusan Jenazah, Sedangkan hukumnya fardhu kifayah
(bila tidak ada seorang pun dari penduduk desa atau kota yang melaksanakannya
maka semuanya berdosa). Keempat hal itu adalah :
1. Memandikan mayit
2. Mengkafani
3. Menshalati
4. Menguburkan.
Sedangkan yang berkewajiban melakukan perawatan pada mayit adalah
wali mayit, yaitu orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap mayit di mana
dia berada. Semisal anak pondok meninggal, maka wali mayitnya adalah pengurus
pondok. Juga setiap orang yang mengetahui atau menyangka tentang kematiannya. Bila yang mengetahui hanya satu orang, maka
bagi dia fardhu ‘ain hukumnya.
Keempat
prosesi ini hendaknya segera dilakukan, khawatir kondisi mayit berubah atau
membusuk. Imam Ahmad berkata : “Mempercepat perawatan mayit berarti
memuliakannya”. Rasulullah SAW pernah bersabda pada sayyidina Ali RA. “Tiga
hal, wahai Ali, jangan diakhirkan : 1.Shalat jika masuk waktunya, 2.
Jenazah jika nyata kematiannya, 3. Janda
jika menemukan pasangan yang serasi (kufu’)”. (Imam Turmudzi dan Imam
Ahmad)
a. Klasifikasi Mayit
Tidak semua mayit bisa dirawat (ditajhiz)
dengan sempurna. Karenanya, untuk memudahkan pemahaman, terlebih dahulu ada
pengelompokan pada beberapa orang mati.
1. Mati Syahid
Mati syahid adalah, orang yang mati dalam
pertempuran melawan orang kafir karena membela agama Allah. Ia diistilahkan
“syahid” sebab Allah dan Rasul-Nya menyaksikan dia untuk masuk surga. Sebagian
pendapat mengatakan, sebab kematiannya disaksikan (syahid) oleh para
malaikat.
Ada tiga macam istilah syahid, yaitu :
a. Syahid dunia dan akhirat, yaitu orang yang meninggal dalam pertempuran
melawan orang kafir karena membela agama Allah. Syahid seperti ini hanya wajib
dikuburkan dengan pakaian yang melekat di tubuhnya, tanpa dimandikan dan
disholati.
b. Syahid dunia saja, yaitu orang yang mati berperang melawan
orang kafir, tapi bukan untuk membela agama Allah (untuk tujuan dunia), seperti
mendapatkan harta rampasan. Syahid seperti ini ditajhiz sama seperti syahid
dunia akhirat. Hanya saja tidak mendapatkan fadilah dan pahala
mati syahid.
c. Syahid akhirat saja. Yang masuk kelompok ini sangat banyak.
Seperti, orang mati teraniaya, mati karena sakit perut, mati tenggelam, mati
dalam menuntut ilmu, mati karena memendam rasa
cinta, dan lain sebagainya. Syahid seperti ini wajib ditajhiz secara sempurna.
2. Siqthu (bayi
Prematur)
Siqthu adalah bayi yang lahir sebelum kandungan
berusia enam bulan (waktu paling sedikitnya masa kandungan). Tata cara
mentajhiznya diperinci
a. Bila sesudah lahir ada tanda-tanda kehidupan, seperti
menjerit dan bergerak, maka hukumnya seperti orang yang dewasa, yakni ditajhiz
secara sempurna.
b. Bila
tidak ada tanda-tanda kehidupan, maka diperinci lagi ;
1. bila
sudah berwujud manusia, maka wajib dimandikan, dikafani dan dikubur tanpa
dishalati.
2. bila tidak berwujud manusia seperti berbentuk
segumpal darah, maka tidak wajib ditajhiz sama sekali, namun sunnah dikafani
dan dikuburkan.
3. Mayit Muhrim
(sedang melakukan ihram)
Mayit muhrim ditajhiz secara sempurna. Namun
hal-hal yang diharamkan dalam ihram, tetap tidak boleh dilakukan. Kuku dan
rambutnya tidak boleh dipotong, juga tidak boleh diberi minyak wangi. Bila
perempuan, saat mengkafani, wajahnya tidak boleh ditutup, bila laki-laki,
kepalanya tidak boleh ditutup.
Hukum-hukum ihram ini
ditetapkan, sebab mati tidak bisa membatalkan ibadah Haji, yaitu apabila muhrim
meninggal sebelum tahallul awal. Apabila mati setelahnya, maka hal ini tidak
berlaku.
4. Mayit Rapuh
Mayit
rapuh adalah, seandainya ia dimandikan maka anggota tubuhnya akan
tercerai-berai. Semisal orang yang mati terbakar, mati tenggelam, atau mati
terkena zat yang dapat merapuhkan tubuh. Mayit seperti ini tidak boleh
dimandikan. Tetapi cukup ditayammumi dengan cara yang biasa. Dan juga tidak
usah dishalati, sebab di antara syarat wajib shalat jenazah adalah mayit harus
dimandikan.
5. Mayit
Terpotong-Potong
Mayit terpotong-potong maksudnya adalah tubuh
mayit tidak utuh lagi. Seperti, mati karena tabrakan keras, mati karena terjatuh
dari tempat yang tinggi, sehingga tubuhnya terpotong-potong, atau hancur tidak
dikenali. Bila menemukan mayit seperti ini, maka pertama diusahakan mencari
potongan tubuh mayit hingga sempurna, lalu disambung kembali. Bila anggota
tubuh mayit yang lain tidak diketemukan, maka anggota tubuh yang ada wajib
ditajhiz seperti biasa.
6. Mayit Biasa
Mayit biasa adalah orang yang mati secara
wajar dan lazim. Maksudnya, mayit yang tidak masuk golongan di atas.
b. Memandikan Mayit
Memandikan
mayit sunnah dipercepat. Bahkan jika dikhawatirkan mayit segera membusuk
maka wajib dipercepat.
1. Mempersiapkan Peralatan
Untuk mempermudah acara memandikan, sebelum dimulai
sebaiknya semua peralatan yang dibutuhkan dipersiapkan terlebih dahulu. Seperti
air, sisir, kaos tangan, sampho dan sabun.
2. Tempat Memandikan
Tempat yang akan dipergunakan untuk memandikan mayit
hendaknya tertutup atau amandari pandangan mata. Bisa di dalam rumah, atau di
halaman rumah namun dibatasi dengan tutup. Usahakan mayit dimandikan di atas dipan,
agar mayit tidak mudah terkena percikan air. Juga dianjurkan membakar kemenyan
di sekitar tempat memandikan untuk menolak bau yang dimungkinkan keluar dari
badan mayit.
Orang yang tidak punya tugas atau
kepentingan, sebaiknya dilarang memasuki tempat memandikan mayit. Hal ini untuk
menjaga kerahasiaan mayit.
3. Air untuk Memandikan
Air yang dipakai adalah
air mutlak (suci menyucikan). Dianjurkan menggunakan air laut, karena bisa
memperlambat proses pembusukan. Namun, bila berada di daerah yang sangat
dingin, atau di tubuh mayit terdapat kotoran yang sulit dihilangkan, maka lebih
baik menggunakan air hangat.
4. Orang yang Memandikan
Secara umum, bila mayit laki-laki, maka yang
memandikan laki-laki. Bila perempuan, maka yang memandikan juga perempuan. Boleh
bagi pasangan suami-istri, suami memandikan istri yang meninggal, begitu pula
sebaliknya.
Adapun yang lebih utama memandikan mayit
laki-laki adalah orang yang paling mengerti masalah agama dan yang paling punya
rasa belas kasih (syafaqah). Sedangkan yang paling utama
memandikan mayit perempuan, adalah orang perempuan yang semahram dengan mayit.
Sebaiknya, yang bertugas memandikan tidak lebih dari 7
orang. 3 orang memangku di atas bagian depan, sedangkan 4 orang yang lain, ada
yang menyiramkan air, ada yang menggosok tubuh mayit dan ada pula yang membantu menyediakan hal-hal yang
diperlukan.
5. Posisi Mayit
Mayit hendaknya diletakkan pada posisi yang
paling memudahkan untuk dimandikan. Namun yang sunnah adalah, mayit didudukkan
agak miring ke belakang. Posisi ini memudahkan orang yang memandikan untuk
membersihkan kotoran yang ada pada mayit.
6. Tata cara Memandikan
Tata cara memandikan mayit adalah :
a. Najis
yang melekat pada mayit, harus dibersihkan terlebih dahulu.
b. Mayit
diposisikan agak miring kebelakang, dengan tujuan kotoran yang ada dalam perut
mayit mudah keluar. Orang yang memandikan mengurut-urut perut mayit.
c. Lalu
kotoran yang keluar dibersihkan, dan mayit ditidurkan dengan posisi terlentang.
d. Disekitar
qubul dan dubur dibersihkan dengan tangan kiri menggunakan kaos tangan.
e. Kaos
tangan diganti. Kemudian gigi mayit dibersihkan dengan jari telunjuk. Lubang
hidung mayit dibersihkan dengan mengguna-kan jari kelingking.
f. Rambut
kepala dan jenggot disisir dengan perlahan-lahan. Bila ada rambut yang rontok,
dikumpulkan ke dalam kain kafan untuk dikubur bersama mayit.
g. Setelah hal di atas selesai, mayit
dimandikan seperti mandi junub (seluruh badan diratakan dengan air). Siraman
ini dianggap siraman pertama.
h. Lalu
mayit disiram dengan menggunakan air widara, atau kapur, atau sabun. Basuhan
ini dianggap basuhan yang kedua.
i. Kemudian mayit disiram dengan menggunakan air
yang bersih. Dan ini dianggap basuhan yang ketiga. Pada saat basuhan yang
ketiga ini, orang yang memandikan sunnah berniat memandikan mayit.
j. Mayit
diperiksa lagi, untuk mengecek khawatir ada najis atau kotoran yang keluar.
Bila ada najis yang keluar, maka cukup dibersihkan tanpa harus dimandikan atau
diwudhu'i kembali.
k. Mayit
dikeringkan dengan handuk atau lainnya dan ditidurkan di atas dipan dan sekujur
tubuhnya ditutup dengan kain.
7. Hal-hal Penting
Hal-hal penting yang berkaitan dengan mayit antara lain :
a. Selama
memandikan, diharamkan melihat aurat mayit.
b. Hukum
memandikan mayit adalah wajib, sedangkan niatnya adalah sunnah. Sebaliknya
mewudhu'i mayit hukumnya adalah sunnah sedangkan niatnya wajib.
c. Bila melihat
kelainan-kelainan pada mayit, seperti, wajahnya berseri-seri atau mengeluarkan
bau harum, maka sunnah diceritakan. Bila sebaliknya, maka harus disimpan tidak
boleh diceritakan.
c. Mengkafani Mayit
Acara kedua dari proses perawatan mayit
adalah mengkafani atau membungkus. Hukumnya sama dengan memandikan mayit, yaitu
fardhu kifayah.
1. Jenis Kain Kafan
Semua kain yang dipakai oleh mayit ketika
masih hidup, boleh dibuat kain kafan. Mayit laki-laki tidak boleh dikafani
dengan kain sutra, sedangkan perempuan diperbolehkan.
Kain kafan boleh
berwarna apa saja. Tetapi yang sunnah adalah kain putih dan yang sudah dicuci.
Adapun yang dimaksud perintah, “Hendaknya memperbagus kain kafan”,
adalah bukan kain yang berharga mahal, tapi kain yang berwarna putih, tebal dan
longgar.
2. Ukuran Kafan
Ukuran kafan bagi mayit laki-laki atau
perempuan, minimal satu lembar kain yang dapat menutupi seluruh tubuhnya.
Sedangkan yang sunnah adalah : Bagi mayit laki-laki dengan lima lapis, terdiri
dari dua lembar yang dapat menutupi seluruh tubuh, ditambah gamis, sorban dam
sarung. Untuk mayit perempuan dengan lima lapis, terdiri dari dua lembar kain
yang dapat menutupi seluruh tubuh mayit, ditambah dengan gamis, kerudung dan
sampir (Madura : sampér)
3. Tehnik Mengkafani Mayit
Tehnik mengkafani mayit adalah :
a. Kain kafan
yang dijual di pasar, ada yang berukuran lebar 92 cm, ada yang 140 cm. Agar
mudah mengukurnya, bila mayitnya bertubuh kecil, maka membeli yang berukuran 92
cm. Bila mayit dewasa, maka membeli yang 140 cm. Untuk mengkafani secara
sempurna seperti di atas (lima lapis), maka ukuran standart orang Indonesia,
kira-kira membutuhkan kain sepanjang 11 m.
b.
Kain dipotong menjadi tiga helai. Panjangnya
mengukur tinggi mayit dan ditambah kurang lebih 50 cm, (bila tinggi mayit 160
cm, ditambah 50 cm, maka menjadi 210 cm). Kain
yang kurang lebar bisa disambung dengan cara dijahit.
c. Lalu
dibuatkan gamis atau baju kurung (untuk wanita) dan sorban atau kerudung dengan
potongan yang sederhana (asal berbentuk gamis dan sorban).
d.
Gamis
atau baju kurung, sorban atau kerudung dan sampir atau sarung bagi mayit
dipakaikan terlebih dahulu.
e.
3
atau 2 lembar yang telah dipotong, dibentangkan satu persatu dan diberi kerikan
kayu cendana atau kapur barus. Lalu mayit diletakkan diatasnya. Namun
sebelumnya, di bawah kain kafan tadi disiapkan tali secukupnya, untuk
memudahkan mengikatnya.
f.
Anggota tubuh yang berlobang (mata, kuping, hidung dan
antara kedua pantat) serta anggota sujud (telapak tangan, kening, dahi,
dengkul, jari-jari kaki), sunnah ditempeli kapas yang sudah diberi kerikan
kayu cendana atau kapur barus (pengharum).
g.
Kedua
pantat mayit dibuatkan pengikat semacam celana dalam, untuk menjaga keluarnya
kotoran.
h. Setelah selesai, kain dilipat.
Bila mayit laki-laki, maka yang kiri dilipat terlebih dahulu saat memakaikan
sarung. Sedangkan
bila mayit perempuan, maka yang kanan terlebih dahulu, seperti saat memakaikan
samper.
i.
Kain kafan tadi diikat
dengan kain yang dipotong dari kain kafan, sekiranya tidak lepas ketika
digotong.
d. Shalat
Jenazah
1. Hukum
Shalat Jenazah
Shalat jenazah hukumnya
fardhu kifayah. Boleh dilakukan oleh orang laki-laki atau perempuan. Namun,
selagi ada orang laki-laki, maka yang dapat mengugurkan kewajiban adalah orang
laki-laki yang baligh.
2. Syarat-Syarat
Wajib Shalat Jenazah
Bagi yang menyalati, syarat-syaratnya sama
seperti shalat yang lain. Sebab pada dasarnya shalat jenazah sama seperti
shalat yang lain. Adapun untuk mayitnya disyaratkan :
a. Mayit
sudah disucikan, sekalipun belum dikafani, asalkan auratnya tertutup. Segala
sesuatu yang bersambung dengan mayit, seperti, kain kafan dan tempat harus
suci.
b. Bila
shalat jenazah hadir, maka mushalli tidak boleh mendahului atau berada
didepan mayit. Sebab, posisi antara mayit dan mushalli, seperti halnya ma’mum
dan imam.
3. Rukun-Rukun
Shalat Jenazah
Dalam hal ini, perbedaan yang paling mencolok
dengan shalat yang lain adalah, dalam shalat jenazah tidak ada ruku’ dan sujud.
Sebab, jika ada ruku’ dan sujudnya, orang bodoh menganggap itu menyembah mayit.
Sedangkan Rukun shalat Jenazah adalah sebagai
berikut :
a. Niat
Niat
dalam shalat mayit tidak harus menentukan siapa mayit yang dishalati. Cukup
mengatakan, “Saya niat melaksanakan kewajiban shalat pada mayit ini”.
Atau jika mayit banyak cukup dengan, “Saya niat melaksanakan kewajiban
shalat pada orang-orang mati ini”. Dan seperti
halnya dalam shalat yang lain, niat
disertakan dengan takbiratul ihram. Untuk lebih sempurna-nya, berikut beberapa
Lafazh niat sesuai dengan mayit yang dishalati :
1. Untuk seorang mayit
laki-laki
أُصَلِّى عَلىٰ هَذٰا الْمَيِّتِ أَرْبَعَ
تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ ِللهِ تَعَالىٰ
2. Untuk seorang mayit perempuan
أُصَلىِّ عَلىٰ هٰذِهِ الْمَيِّتَةِ أَرْبَعَ
تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ ِللهِ
تَعَالىٰ
3. Untuk seorang mayit anak laki-laki
أُصَلىِّ عَلىٰ هَذٰا الْمَيِّتِ الطِّفْلِ أََرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ
فَرْضَ كِفَايَةٍ ِللهِ تَعَالىٰ
4. Untuk seorang mayit anak perempuan
أُصَلِّى عَلىٰ هٰذِهِ الْمَيِّتَةِ
الطِّفْلَةِ أََرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ ِللهِ تَعَالىٰ
5. Untuk dua orang mayit
أُصَلِّى عَلىٰ هٰذَيْنِ الْمَيِّتَيْنِ أََرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ ِللهِ
تَعَالىٰ
6. Untuk mayit yang banyak
أُصَلىِّ عَلىٰ مَنْ حَضَرَ مِنْ أَمْوَاتِ
الْمُسْلِمِيْنَ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ ِللهِ تَعَالىٰ
b. Berdiri
bagi orang yang mampu.
c. Takbir
empat kali
Termasuk di dalamnya takbiratul Ihram. Setelah takbir pertama membaca surat
al-Fatihah. Setelah takbir kedua membaca shalawat pada Nabi. Setelah
takbir ketiga membaca do’a pada mayit.
Setelah takbir keempat mengucapkan
salam.
1. Sesudah takbir kedua
membaca :
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا
صَلَّيْتَ عَلىٰ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىٰ آلِ إِبْرَاهِيْمَ وَ بَارِكْ عَلىٰ
مُحَمَّدٍ وَعَلىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلىٰ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىٰ آلِ
إِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ0
2. Sesudah takbir ketiga membaca :
الَلّهُمَّ اغْفِرْلَهُ (لَهَا) وَارْحَمْهُ
(هَا) وَعَافِهِ (هَا) وَاعْفُ عَنْهُ (هَا)
3. Lebih
sempurnanya ditambah dengan :
وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ
وَالثَّلْجِ وَالْبَرْدِ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ
اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ وَابْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وِاَهْلاً
خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ
وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَتِهِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ
4. Jika mayit anak kecil
ditambah dengan do’a :
اَللّهَمَّ اجْعَلْهُ (هاَ) لَهُمَافََرَطًا وَاجْعَلْهُ (هاَ) لَهُماَ
سَلَفًا وَاجْعَلْهُ (هاَ) لَهُمَا ذُخْرًا وَثَقِّلْ بِه (هاَ) مَوَازِنَهُمَا
وَأَفْرِغِ الصَّبْرَعَلىٰ قُلُوْبِهِمَا وَلاَ تَفْتِنْهُمَا بَعْدَه ُ(هاَ)
وَلاَ تَحْرِمْهُمَا أَجْرَهُ (هاَ)
5. Sesudah takbir keempat sebelum salam sunnah
membaca :
أللّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ (هَا)
وَلاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهُ (هَا)
وَاغْفِرْلَنَا وَلَهُ (لَهَا) وَلإِخْوَانِنَا
الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِى قُلُوْبِنَا غِلاًّ
لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيْمٌ
d. Kemudian salam :
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ (أَسْأَلُكَ
الْفَوْزَ بِالْجَنَّةِ) اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
(أَسْأَلُكَ النَّجَاةَ مِنَ النَّارِ وَالْعَفْوَ عِنْدَ الْحِسَابِ)
4. Tempat Shalat Jenazah
Shalat
jenazah bisa dilaksanakan di mana saja asalkan di tempat yang suci. Diutamakan bertempat di mushalla. Sedangkan pengaturannya
adalah sebagai berikut :
a. Bentuk Shaf
Shalat Jenazah
Rasulullah bersabda SAW, : “Tidaklah orang
muslim meninggal kemudian ia dishalati oleh tiga shaf dari orang-orang muslim,
kecuali ia menghaki masuk surga”.(HR. Abu Daud, Ibnu Majah, At-Tirmidzi).
Dalam hal memperoleh fadhilah tiga
shaf ini, ulama berbeda pendapat. Ibnu Hajar berpendapat, satu shaf minimal 2
orang. Menurut imam Ramli satu shaf bisa satu orang. Jadi, untuk mendapat
fadhilah shaf, minimal mushalli berjumlah 6 orang, atau 3 orang. Bentuk shaf
seperti ini penting diatur bila yang menyalati sedikit.
b. Posisi Mayit dan
Orang yang Menyalati
Bila laki-laki, maka kepala mayit sunnah
berada di sebelah kiri imam. (nisbat negara Indonesia : arah selatan). Bila
mayit perempuan, kepala mayit diletakkan di sebelah kanan imam (utara). Posisi
imam, bila mayit laki-laki, maka berada didekat kepala mayit. Bila mayit
perempuan, maka didekat pantatnya.
c. Makmum masbuq
Adalah makmum yang tidak mengikuti bacaan
surat al-Fatihah bersama imam. Semisal kita baru takbiratul ihram, sedangkan
imam sudah melakukan takbir yang ketiga. Maka, kita harus langsung membaca
surat al-Fatihah. Bila imam melakukan takbir keempat, maka kita langsung takbir
juga, sekalipun bacaan al-Fatihah belum selesai. Bila imam
mengucapkan salam, maka kita melanjutkan shalat dengan takbir ketiga dan
seterusnya dengan mengikuti rukun dan bacaan yang sudah ada.
d. Shalat ghaib
Shalat ghaib adalah menyalati mayit yang
berada di batas luar balad atau desa orang yang menyalati. Oleh karenanya,
penduduk desa mayit tidak boleh shalat ghaib. Para ulama berbeda pendapat,
shalat ghaib bisa dilakukan bagi setiap orang yang berhalangan untuk hadir ke
shalat jenazah, sekalipun masih satu desa dengan si mayit. Jadi yang menjadi
pertimba-ngan bukan satu balad atau tidak, melainkan ada dan tidak adanya
kesulitan untuk hadir (I’tibar al-masyaqqah).
Cara melakukan shalat jenazah ghaib sama
dengan melaksanakan shalat jenazah hadir Hanya saja dalam niatnya, harus
menyebut nama atau laqob (gelar) mayit. Bila menjadi makmum, maka
cukup dengan niat, “Saya niat menyalati mayit yang dishalati oleh imam”.
Berikut ini Lafazh-Lafazh niat shalat
ghaib.
1. Untuk
jenazah seorang laki-laki
أُصَلِّى عَلىٰ الْمَيِّتِ الْغَائِبِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ ِللهِ
تَعَالىٰ
2. Untuk jenazah seorang perempuan
أُصَلِّى عَلىٰ الْمَيِّتَةِ الْغَائِبَةِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ ِللهِ
تَعَالىٰ
3. Bagi makmum yang tidak mengetahui nama mayit
yang dishalati oleh Imam
أُصَلِّى عَلىٰ مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ الإِمَامُ أَرْبَعَ
تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ
مَأْمُوْمًاِللهِ تَعَالىٰ
4. Untuk beberapa mayit yang tidak diketahui
أُصَلِّى عَلىٰ مَنْ ذُكِرَتْ اَسْمَاؤُهُمْ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ
فَرْضَ كِفَايَةٍ إِمَامًا\مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالىٰ
Ulama berbeda pendapat
tentang melaksana-kan shalat ghaib. Ada yang berpendapat sampai tiga hari, satu
bulan, selama tubuh mayit masih ada, bahkan ada yang berpendapat
selama-lamanya.
Bila mayit sudah dikuburkan, dan kita masih belum sempat
menyalati, maka diperbo-lehkan melaksanakan shalat jenazah di kuburnya. Adapun
batas waktunya, sama dengan batas waktu shalat ghaib.
e. Mengubur
Mayit
1. Pemberangkatan
Jenazah
Minimal jenazah dibawa dengan cara yang tidak
mengandung arti penghinaan pada mayit. Adapun cara membawa yang sempurna adalah
:
a. Ketika
mayit siap diberangkatkan, memberi kesaksian bahwa mayit adalah orang baik.
Namun tidak semua mayit boleh disaksikan baik. Untuk mayit yang jelas fasiq,
maka tidak boleh disaksikan baik.
b. Mayit
dibawa dengan memakai keranda (Madura : kathél), dan dibawa oleh
beberapa orang sesuai dengan kebutuhan, minimal dua orang. Diutamakan yang
membawanya berjumlah ganjil.
c. Seperti
halnya saat dilahirkan, mayit diberangkat-kan dengan kepala di depan (menghadap
ke arah tujuan).
d. Sunnah mempercepat langkah kaki lebih dari
sekedar berjalan biasa. Namun tidak dengan berlari.
e. Membawa
mayit hendaknya dengan sopan dan penuh penghormatan.
f. Hukum
mengantar jenazah ke kuburan sunnah bagi laki-laki, makruh bagi perempuan.
2. Bentuk
lubang kubur
Bentuk lubang kubur ada 2 macam :
a. Apabila
tanahnya keras, maka lebih baik berbentuk liang lahad. Yaitu, menggali bagian
sisi barat dari lubang kubur, sekitar cukup untuk tempat membaringkan mayit.
b. Apabila tanahnya lunak (mudah longsor)
atau berpasir, maka berbentuk liang cempuri. Yaitu, menggali sisi tengah dari
lubang kubur, dengan ukuran bisa membaringkan mayit, dan di sisi
kanan kirinya diberi batu bata.
3. Cara
meletakkan mayit ke dalam kubur
a. Keranda
diletakkan diarah kaki lubang kubur (nisbat negara Indonesia : Selatan).
b. Mayit dimasukan kedalam lubang kubur dengan
perlahan-lahan. Sedangkan yang menerima, bila mayit perempuan, maka
mahram si mayit. Bila laki-laki, maka yang paling dekat hubungannya dengan si
mayit.
c. Ketika memasukkan mayit,
sunnah membaca do’a:
بِسْمِ اللهِ
وَعَلىٰ مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ e
Artinya : “Dengan menyebut nama Allah dan atas nama agama
Rasulullah”.
d. Mayit
diletakkan pada tempat yang telah dipersiapkan dan wajib dihadapkan ke arah
kiblat.
e. Ikatan
kain kafan bagian kepala dibuka, lalu wajah dan pipi mayit ditempelkan ke
tanah.
f. Tubuh
mayit sunnah diberi penupang (Madura : lubelu) (bisa dengan batu atau
kayu), untuk menjaga agar mayit tidak berubah terlentang atau telungkup.
g. Sebelum
ditimbuni tanah, tubuh mayit wajib ditutupi dengan papan kayu atau lainnya,
agar tanah timbunan tidak langsung mengena mayit.
h. Mayit
dibacakan adzan dan iqamah.
i. Lalu
lubang kubur ditimbun, dan tanah timbunan ditinggikan satu jengkal atau ± 25 cm.
j. Kuburan
disiram dengan air dingin, sekalipun tanah telah basah oleh air hujan
k. Juga
sunnah ditanami atau diberi bunga.
l. Kuburan diberi batu nisan
m. Setelah
proses penguburan selesai, sunnah dibacakan talqin dengan bahasa Arab,
dan sunnah diterjemah dengan bahasa yang dimengerti oleh para pengantar jenazah
n. Setelah
proses pemakaman selesai, para pengantar jenazah sunnah tidak langsung pulang,
tetapi diam dulu dan berdzikir atau membaca al-Qur’an mendoakan mayit.
4. Etika orang yang
mengantarkan jenazah
a. Tafakkur,
meresapi arti sebuah kematian.
b. Berjalan
di depan dan di dekat mayit.
c. Dimakruhkan
ramai-ramai dan bersuara keras serta membicarakan masalah dunia.
d. Sunnah
dengan jalan kaki. Megantarkan jenazah ke pekuburan dengan naik kendaraan
hukumnya makruh.
e. Mengantarkan
jenazah sampai proses penguburan selesai secara sempurna. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ شَهِدَ
الْجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ عَلَيْهَا فَلَهُ قِيْرَاطٌ وَمَنْ شَهِدَهَا
حَتَّى تُدْفَنَ فَلَهُ قِيْرَاطَانِ" قِيْلَ وَماَ الْقِيْرَاطَانِ قَالَ
"مِثْلُ الجَبَلَيْنِ الْعَظِيْمَيْنِ )متفق عليه(
Artinya : “Barang
siapa yang ikut menyaksikan jenazah terus menyalatinya maka ia mendapat pahala
satu qirath. Jika sampai menyaksikan penguburannya, maka mendapat pahala dua
qirath. Nabi ditanyakan apa maksud dua qirath? Nabi menjawab satu qirath
seperti dua gunung yang besar”. (HR.
Imam Bukhari-Muslim).
Bagi orang yang melihat iring-iringan orang
mengantarkan jenazah, maka hendaklah ia berdiri meskipun bukan jenazah orang
Islam, sesuai sabda Rasulullah :
عَنْ جَابِرٍ مَرَّتْ بِنَا جَنَازَةٌ فَقَامَ لهَاَ النَّبِىُّ e
فَقُمْنَابِه، فَقَلْنَا ياَرَسُوْلَ اللهِ إِنَّهَا جَنَازَةُ يَهُوْدِيٍّ، قَالَ
إِذَا رَأَيْتُمُ الْجَنَازَةَ فَقُوْمُوْا )
رواه البخارى (
f.. Talqin Mayit
لاَإِلٰهَ
إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى
وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ وَهُوَ عَلىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ, كُلُّ
نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُوْرَكُمْ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِوَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ
وَمَاالْحَيٰوةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ اْلغُرُوْرِ. كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا
فَانٍ وَيَبْقٰى وَجْهُ رَبِّكَ ذُوْاالجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ كُلُّ شَيْءٍ
هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ. (يَاعَبْدَ
اللهِ بْنَ عَبْدِ اللهِ يَا أَمَةَ اللهِ بِنْتَ عَبْدَ اللهِ أُذْكُرِ (
أُذْكُرِيْ ) الْعَهْدَ اَلَّذِيْ خَرَجْتَ (خَرَجْتِ) عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا.
شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ الله ُوَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ
الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَّ اْلجَنَّةَ حَقٌّ وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ
وَأَنَّ الْبَعْثَ حَقُّ وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لاَرَيْبَ فِيْهَا. وَأَنَّ
الله َيَبْعَثُ مَنْ فىِ اْلقُبُوْرِ. قُلْ (قُوْلىِ) رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا
وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا
وَبِمُحَمَّدٍ صَلىَّ الله
ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا وَّرَسُوْلاً وَباِلْكَعْبَةِ قِبْلَةً
وَبِاْلقُرْآنِ إِمَامًا وَبِالْمُؤْمِنِيْنَ إِخْوَانًا. رَبِّيَ الله ُلآإِلٰهَ
إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ 3x
ثَبَّتَكَ (ثَبَّتَكِ) الله ُبِاْلقَوْلِ الثَّابِتِ 2x
ثَبَّتَ الله ُالَّذِيْنَ أَمَنُوْا بِاْلقَوْلِ الثَّابِتِ فىِ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَفىِ اْلأَخِرَةِ.
اَللَّهُمَّ
يَاأَنِيْسَ كُلِّ وَحِيدٍ وَمَا حَاضِرًا لَيْسَ يَغِيْبُ آنِسْ وَحْدَتَنَا
وَوَحْدَتَهُ وَارْحَمْ غُرْبَتَنَا وَغُرْبَتَهُ وَلَقِّنْهُ حُجَّتَهُ وَلاَ
تَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَارَبَّ اْلعَالمَِيْنَ, سُبْحَانَكَ
رَبِّ اْلعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلىَ الْمُرْسَلِيْنَ يَارَبَّ
اْلعَالَمِيْنَ.
g. Ziarah Kubur
Ziarah kubur hukumnya disunnahkan, hikmahnya adalah agar menjadi
peringatan dan menyadari bahwa setiap jiwa pasti akan mati serta mengingat akan
adanya alam akhirat.
Sedangkan tatacara
ziarah kubur :
1. sebelum duduk dianjurkan
mengucapkan salam :
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ يَا حَضْرَةَ الْمَرْحُوْمِ/الْمَرْحُوْمَةِ…
يَا أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ
الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَإِنَّا إِنْ
شَآءَ الله ُبِكُمْ لاَحِقُوْنَ
2. kemudian membaca al-Qur’an atau Tahlil, serta
memohon kepada Allah agar pahala bacaannya disampaikan pada si mayit. Dan
jangan lupa, dalam do’a tersebut disisipi kalimat :
اَللَّهُمَّ أَوْصِلْ ثَوَابَ مَاقَرَأْنَاهُ إِلىٰ …
h. Do’a setelah shalat jenazah
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَصَلَّى الله ُوَسَلَّمَ عَلىٰ
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ0 اَلّلهُمَّ رَبَّنَا
تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ اَلّلهُمَّ هٰذَا
عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ خَرَجَ مِنْ رَوْحِ الدُّنْيَا
وَسَعَتِهَاوَمَحْبُوْبِهَا وَأَحِبَّآئِهِ فِيْهَا إِلىٰ ظُلْمَةِ الْقَبْرِ
وَمَا هُوَ لاَقِـيْهِ كَانَ يَشْهَدُ أَنْ لآ إِلٰهَ إِلاَّ أَنْتَ وَحْدَكَ
لاَشَرِيْكَ لَكَ وَأَنَّ مُحَمَّدًا e عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ وَأَنْتَ أَعْلَمُ
بِهِ0 اَللّهُمَّ إِنَّهُ نَزَلَ بِكَ وَأَنْتَ خَيْرُ مَنْزُوْلٍ بِهِ وَأَصْبَحَ
فَقِيْرًا إِلىٰ رَحْمَتِكَ وَأَنْتَ غَنِيٌّ عَنْ عَذَابِهِ وَقَدْ جِئْنَاكَ
رَاغِبِيْنَ إِلَيْكَ شُفَعَآءَ لَهُ اَللّهُمَّ إِنْ كَانَ مُحْسِنًا فَزِدْ فِى إِحْسَانِهِ
وَإِنْ كَانَ مُسِيْئاً فَتَجَاوَزْ عَنْهُ أَلْقِهِ بِرَحْمَتِكَ اْلأَمْنَ مِنْ
عَذَابِكَ حَتَّى تَبْعَثَهُ إِلىٰ جَنَّتِكَ يَآأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَصَلَّى
الله ُعَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ (دعاء اينى
اونتؤ ميت لاكى2، اونتؤ فرمفوان لفظ مذكر دان ضمير مذكر دى كنتى مؤنث)