Senin, 07 November 2011

TATA CARA MENGURUS JENAZAH




Ada empat macam yang harus dilakukan dalam pengurusan Jenazah, Sedangkan hukumnya fardhu kifayah (bila tidak ada seorang pun dari penduduk desa atau kota yang melaksanakannya maka semuanya berdosa). Keempat hal itu adalah :
1.    Memandikan mayit
2.    Mengkafani
3.    Menshalati
4.    Menguburkan.
Sedangkan yang berkewajiban melakukan perawatan pada mayit adalah wali mayit, yaitu orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap mayit di mana dia berada. Semisal anak pondok meninggal, maka wali mayitnya adalah pengurus pondok. Juga setiap orang yang mengetahui atau menyangka tentang kematiannya. Bila yang mengetahui hanya satu orang, maka bagi dia fardhu ‘ain hukumnya.
Keempat prosesi ini hendaknya segera dilakukan, khawatir kondisi mayit berubah atau membusuk. Imam Ahmad berkata : “Mempercepat perawatan mayit berarti memuliakannya”. Rasulullah SAW pernah bersabda pada sayyidina Ali RA. “Tiga hal, wahai Ali, jangan diakhirkan : 1.Shalat jika masuk waktunya, 2. Jenazah  jika nyata kematiannya, 3. Janda jika menemukan pasangan yang serasi (kufu’)”. (Imam Turmudzi dan Imam Ahmad)

a.    Klasifikasi Mayit

Tidak semua mayit bisa dirawat (ditajhiz) dengan sempurna. Karenanya, untuk memudahkan pemahaman, terlebih dahulu ada pengelompokan pada beberapa orang mati.
1.  Mati Syahid
Mati syahid adalah, orang yang mati dalam pertempuran melawan orang kafir karena membela agama Allah. Ia diistilahkan “syahid” sebab Allah dan Rasul-Nya menyaksikan dia untuk masuk surga. Sebagian pendapat mengatakan, sebab kematiannya disaksikan (syahid) oleh para malaikat.
Ada tiga macam istilah syahid, yaitu :
a.  Syahid dunia dan akhirat, yaitu orang yang meninggal dalam pertempuran melawan orang kafir karena membela agama Allah. Syahid seperti ini hanya wajib dikuburkan dengan pakaian yang melekat di tubuhnya, tanpa dimandikan dan disholati.
b.  Syahid dunia saja, yaitu orang yang mati berperang melawan orang kafir, tapi bukan untuk membela agama Allah (untuk tujuan dunia), seperti mendapatkan harta rampasan. Syahid seperti ini ditajhiz sama seperti syahid dunia akhirat. Hanya saja tidak mendapatkan fadilah dan pahala mati syahid.
c.  Syahid akhirat saja. Yang masuk kelompok ini sangat banyak. Seperti, orang mati teraniaya, mati karena sakit perut, mati tenggelam, mati dalam menuntut ilmu, mati karena memendam rasa cinta, dan lain sebagainya. Syahid seperti ini wajib ditajhiz secara sempurna.
2.  Siqthu (bayi Prematur)
Siqthu adalah bayi yang lahir sebelum kandungan berusia enam bulan (waktu paling sedikitnya masa kandungan). Tata cara mentajhiznya diperinci
a.  Bila sesudah lahir ada tanda-tanda kehidupan, seperti menjerit dan bergerak, maka hukumnya seperti orang yang dewasa, yakni ditajhiz secara sempurna.
b.  Bila tidak ada tanda-tanda kehidupan, maka diperinci lagi ;
1.  bila sudah berwujud manusia, maka wajib dimandikan, dikafani dan dikubur tanpa dishalati.
2.  bila tidak berwujud manusia seperti berbentuk segumpal darah, maka tidak wajib ditajhiz sama sekali, namun sunnah dikafani dan dikuburkan.
3.  Mayit Muhrim (sedang melakukan ihram)
Mayit muhrim ditajhiz secara sempurna. Namun hal-hal yang diharamkan dalam ihram, tetap tidak boleh dilakukan. Kuku dan rambutnya tidak boleh dipotong, juga tidak boleh diberi minyak wangi. Bila perempuan, saat mengkafani, wajahnya tidak boleh ditutup, bila laki-laki, kepalanya tidak boleh ditutup.
Hukum-hukum ihram ini ditetapkan, sebab mati tidak bisa membatalkan ibadah Haji, yaitu apabila muhrim meninggal sebelum tahallul awal. Apabila mati setelahnya, maka hal ini tidak berlaku.
4.  Mayit Rapuh
Mayit rapuh adalah, seandainya ia dimandikan maka anggota tubuhnya akan tercerai-berai. Semisal orang yang mati terbakar, mati tenggelam, atau mati terkena zat yang dapat merapuhkan tubuh. Mayit seperti ini tidak boleh dimandikan. Tetapi cukup ditayammumi dengan cara yang biasa. Dan juga tidak usah dishalati, sebab di antara syarat wajib shalat jenazah adalah mayit harus dimandikan.
5.  Mayit Terpotong-Potong
Mayit terpotong-potong maksudnya adalah tubuh mayit tidak utuh lagi. Seperti, mati karena tabrakan keras, mati karena terjatuh dari tempat yang tinggi, sehingga tubuhnya terpotong-potong, atau hancur tidak dikenali. Bila menemukan mayit seperti ini, maka pertama diusahakan mencari potongan tubuh mayit hingga sempurna, lalu disambung kembali. Bila anggota tubuh mayit yang lain tidak diketemukan, maka anggota tubuh yang ada wajib ditajhiz seperti biasa.
6.  Mayit Biasa
Mayit biasa adalah orang yang mati secara wajar dan lazim. Maksudnya, mayit yang tidak masuk golongan di atas.

b.    Memandikan Mayit

Memandikan mayit sunnah dipercepat. Bahkan jika dikhawatirkan mayit segera membusuk maka wajib dipercepat.

1.  Mempersiapkan Peralatan

Untuk mempermudah acara memandikan, sebelum dimulai sebaiknya semua peralatan yang dibutuhkan dipersiapkan terlebih dahulu. Seperti air, sisir, kaos tangan, sampho dan sabun.

2.  Tempat Memandikan

Tempat yang akan dipergunakan untuk memandikan mayit hendaknya tertutup atau amandari pandangan mata. Bisa di dalam rumah, atau di halaman rumah namun dibatasi dengan tutup. Usahakan mayit dimandikan di atas dipan, agar mayit tidak mudah terkena percikan air. Juga dianjurkan membakar kemenyan di sekitar tempat memandikan untuk menolak bau yang dimungkinkan keluar dari badan mayit.
Orang yang tidak punya tugas atau kepentingan, sebaiknya dilarang memasuki tempat memandikan mayit. Hal ini untuk menjaga kerahasiaan mayit.

3.  Air untuk Memandikan

Air yang dipakai adalah air mutlak (suci menyucikan). Dianjurkan menggunakan air laut, karena bisa memperlambat proses pembusukan. Namun, bila berada di daerah yang sangat dingin, atau di tubuh mayit terdapat kotoran yang sulit dihilangkan, maka lebih baik menggunakan air hangat.

4.  Orang yang Memandikan

Secara umum, bila mayit laki-laki, maka yang memandikan laki-laki. Bila perempuan, maka yang memandikan juga perempuan. Boleh bagi pasangan suami-istri, suami memandikan istri yang meninggal, begitu pula sebaliknya.
Adapun yang lebih utama memandikan mayit laki-laki adalah orang yang paling mengerti masalah agama dan yang paling punya rasa belas kasih (syafaqah). Sedangkan yang paling utama memandikan mayit perempuan, adalah orang perempuan yang semahram dengan mayit.
Sebaiknya, yang bertugas memandikan tidak lebih dari 7 orang. 3 orang memangku di atas bagian depan, sedangkan 4 orang yang lain, ada yang menyiramkan air, ada yang menggosok tubuh mayit dan ada pula yang membantu menyediakan hal-hal yang diperlukan.

5.  Posisi Mayit

Mayit hendaknya diletakkan pada posisi yang paling memudahkan untuk dimandikan. Namun yang sunnah adalah, mayit didudukkan agak miring ke belakang. Posisi ini memudahkan orang yang memandikan untuk membersihkan kotoran yang ada pada mayit.

6.  Tata cara Memandikan

Tata cara memandikan mayit adalah :

a.  Najis yang melekat pada mayit, harus dibersihkan terlebih dahulu.
b.  Mayit diposisikan agak miring kebelakang, dengan tujuan kotoran yang ada dalam perut mayit mudah keluar. Orang yang memandikan mengurut-urut perut mayit.
c.  Lalu kotoran yang keluar dibersihkan, dan mayit ditidurkan dengan posisi terlentang.
d.  Disekitar qubul dan dubur dibersihkan dengan tangan kiri menggunakan kaos tangan.
e.  Kaos tangan diganti. Kemudian gigi mayit dibersihkan dengan jari telunjuk. Lubang hidung mayit dibersihkan dengan mengguna-kan jari kelingking.
f.   Rambut kepala dan jenggot disisir dengan perlahan-lahan. Bila ada rambut yang rontok, dikumpulkan ke dalam kain kafan untuk dikubur bersama mayit.
g.  Setelah hal di atas selesai, mayit dimandikan seperti mandi junub (seluruh badan diratakan dengan air). Siraman ini dianggap siraman pertama.
h.  Lalu mayit disiram dengan menggunakan air widara, atau kapur, atau sabun. Basuhan ini dianggap basuhan yang kedua.
i.   Kemudian mayit disiram dengan menggunakan air yang bersih. Dan ini dianggap basuhan yang ketiga. Pada saat basuhan yang ketiga ini, orang yang memandikan sunnah berniat memandikan mayit.
j.   Mayit diperiksa lagi, untuk mengecek khawatir ada najis atau kotoran yang keluar. Bila ada najis yang keluar, maka cukup dibersihkan tanpa harus dimandikan atau diwudhu'i kembali.
k.  Mayit dikeringkan dengan handuk atau lainnya dan ditidurkan di atas dipan dan sekujur tubuhnya ditutup dengan kain.

7.  Hal-hal Penting

Hal-hal penting yang berkaitan dengan mayit antara lain :
a.  Selama memandikan, diharamkan melihat aurat mayit.
b.  Hukum memandikan mayit adalah wajib, sedangkan niatnya adalah sunnah. Sebaliknya mewudhu'i mayit hukumnya adalah sunnah sedangkan niatnya wajib.
c.  Bila melihat kelainan-kelainan pada mayit, seperti, wajahnya berseri-seri atau mengeluarkan bau harum, maka sunnah diceritakan. Bila sebaliknya, maka harus disimpan tidak boleh diceritakan.

c.    Mengkafani Mayit

Acara kedua dari proses perawatan mayit adalah mengkafani atau membungkus. Hukumnya sama dengan memandikan mayit, yaitu fardhu kifayah.

1.  Jenis Kain Kafan

Semua kain yang dipakai oleh mayit ketika masih hidup, boleh dibuat kain kafan. Mayit laki-laki tidak boleh dikafani dengan kain sutra, sedangkan perempuan diperbolehkan.
Kain kafan boleh berwarna apa saja. Tetapi yang sunnah adalah kain putih dan yang sudah dicuci. Adapun yang dimaksud perintah, “Hendaknya memperbagus kain kafan”, adalah bukan kain yang berharga mahal, tapi kain yang berwarna putih, tebal dan longgar.

2.  Ukuran Kafan

Ukuran kafan bagi mayit laki-laki atau perempuan, minimal satu lembar kain yang dapat menutupi seluruh tubuhnya. Sedangkan yang sunnah adalah : Bagi mayit laki-laki dengan lima lapis, terdiri dari dua lembar yang dapat menutupi seluruh tubuh, ditambah gamis, sorban dam sarung. Untuk mayit perempuan dengan lima lapis, terdiri dari dua lembar kain yang dapat menutupi seluruh tubuh mayit, ditambah dengan gamis, kerudung dan sampir (Madura : sampér)

3.  Tehnik Mengkafani Mayit

Tehnik mengkafani mayit adalah :
a.      Kain kafan yang dijual di pasar, ada yang berukuran lebar 92 cm, ada yang 140 cm. Agar mudah mengukurnya, bila mayitnya bertubuh kecil, maka membeli yang berukuran 92 cm. Bila mayit dewasa, maka membeli yang 140 cm. Untuk mengkafani secara sempurna seperti di atas (lima lapis), maka ukuran standart orang Indonesia, kira-kira membutuhkan kain sepanjang 11 m.
b.      Kain dipotong menjadi tiga helai. Panjangnya mengukur tinggi mayit dan ditambah kurang lebih 50 cm, (bila tinggi mayit 160 cm, ditambah 50 cm, maka menjadi 210 cm). Kain yang kurang lebar bisa disambung dengan cara dijahit.
c.       Lalu dibuatkan gamis atau baju kurung (untuk wanita) dan sorban atau kerudung dengan potongan yang sederhana (asal berbentuk gamis dan sorban).
d.      Gamis atau baju kurung, sorban atau kerudung dan sampir atau sarung bagi mayit dipakaikan terlebih dahulu.
e.       3 atau 2 lembar yang telah dipotong, dibentangkan satu persatu dan diberi kerikan kayu cendana atau kapur barus. Lalu mayit diletakkan diatasnya. Namun sebelumnya, di bawah kain kafan tadi disiapkan tali secukupnya, untuk memudahkan mengikatnya.
f.        Anggota tubuh yang berlobang (mata, kuping, hidung dan antara kedua pantat) serta anggota sujud (telapak tangan, kening, dahi, dengkul, jari-jari kaki), sunnah ditempeli kapas yang sudah diberi kerikan kayu cendana atau kapur barus (pengharum).
g.      Kedua pantat mayit dibuatkan pengikat semacam celana dalam, untuk menjaga keluarnya kotoran.
h.      Setelah selesai, kain dilipat. Bila mayit laki-laki, maka yang kiri dilipat terlebih dahulu saat memakaikan sarung. Sedangkan bila mayit perempuan, maka yang kanan terlebih dahulu, seperti saat memakaikan samper.
i.        Kain kafan tadi diikat dengan kain yang dipotong dari kain kafan, sekiranya tidak lepas ketika digotong.

d.    Shalat Jenazah
1.  Hukum Shalat Jenazah
Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah. Boleh dilakukan oleh orang laki-laki atau perempuan. Namun, selagi ada orang laki-laki, maka yang dapat mengugurkan kewajiban adalah orang laki-laki yang baligh.
2.  Syarat-Syarat Wajib Shalat Jenazah
Bagi yang menyalati, syarat-syaratnya sama seperti shalat yang lain. Sebab pada dasarnya shalat jenazah sama seperti shalat yang lain. Adapun untuk mayitnya disyaratkan :
a.  Mayit sudah disucikan, sekalipun belum dikafani, asalkan auratnya tertutup. Segala sesuatu yang bersambung dengan mayit, seperti, kain kafan dan tempat harus suci.
b.  Bila shalat jenazah hadir, maka mushalli tidak boleh mendahului atau berada didepan mayit. Sebab, posisi antara mayit dan mushalli, seperti halnya ma’mum dan imam.
3.  Rukun-Rukun Shalat Jenazah
Dalam hal ini, perbedaan yang paling mencolok dengan shalat yang lain adalah, dalam shalat jenazah tidak ada ruku’ dan sujud. Sebab, jika ada ruku’ dan sujudnya, orang bodoh menganggap itu menyembah mayit.
Sedangkan Rukun shalat Jenazah adalah sebagai berikut :
a.  Niat
Niat dalam shalat mayit tidak harus menentukan siapa mayit yang dishalati. Cukup mengatakan, “Saya niat melaksanakan kewajiban shalat pada mayit ini”. Atau jika mayit banyak cukup dengan, “Saya niat melaksanakan kewajiban shalat pada orang-orang mati ini”. Dan seperti
halnya dalam shalat yang lain, niat disertakan dengan takbiratul ihram. Untuk lebih sempurna-nya, berikut beberapa Lafazh niat sesuai dengan mayit yang dishalati :
1.  Untuk seorang mayit laki-laki
أُصَلِّى عَلىٰ هَذٰا الْمَيِّتِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ ِللهِ تَعَالىٰ
2.  Untuk seorang mayit perempuan
أُصَلىِّ عَلىٰ هٰذِهِ الْمَيِّتَةِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ  ِللهِ تَعَالىٰ 
3.  Untuk seorang mayit anak laki-laki
أُصَلىِّ عَلىٰ هَذٰا الْمَيِّتِ الطِّفْلِ أََرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ ِللهِ تَعَالىٰ
4.  Untuk seorang mayit anak perempuan
أُصَلِّى عَلىٰ هٰذِهِ الْمَيِّتَةِ الطِّفْلَةِ أََرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ ِللهِ تَعَالىٰ
5.  Untuk dua orang mayit
أُصَلِّى عَلىٰ هٰذَيْنِ الْمَيِّتَيْنِ أََرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ ِللهِ تَعَالىٰ
6.  Untuk mayit yang banyak
أُصَلىِّ عَلىٰ مَنْ حَضَرَ مِنْ أَمْوَاتِ الْمُسْلِمِيْنَ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ ِللهِ تَعَالىٰ
b.  Berdiri bagi orang yang mampu.
c.  Takbir empat kali
Termasuk di dalamnya takbiratul Ihram. Setelah takbir pertama membaca surat al-Fatihah. Setelah takbir kedua membaca shalawat pada Nabi. Setelah takbir  ketiga membaca do’a pada mayit. Setelah takbir  keempat mengucapkan salam.
1.  Sesudah takbir kedua membaca :
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلىٰ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىٰ آلِ إِبْرَاهِيْمَ وَ بَارِكْ عَلىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلىٰ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىٰ آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ0 
2.  Sesudah takbir ketiga membaca :
الَلّهُمَّ اغْفِرْلَهُ (لَهَا) وَارْحَمْهُ (هَا) وَعَافِهِ (هَا)  وَاعْفُ  عَنْهُ (هَا)
3.  Lebih sempurnanya ditambah dengan :
وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرْدِ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ وَابْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وِاَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَتِهِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ
4.  Jika mayit anak kecil ditambah dengan do’a :
اَللّهَمَّ اجْعَلْهُ (هاَ) لَهُمَافََرَطًا وَاجْعَلْهُ (هاَ) لَهُماَ سَلَفًا وَاجْعَلْهُ (هاَ) لَهُمَا ذُخْرًا وَثَقِّلْ بِه (هاَ) مَوَازِنَهُمَا وَأَفْرِغِ الصَّبْرَعَلىٰ قُلُوْبِهِمَا وَلاَ تَفْتِنْهُمَا بَعْدَه ُ(هاَ) وَلاَ تَحْرِمْهُمَا أَجْرَهُ (هاَ)
5.  Sesudah takbir keempat sebelum salam sunnah membaca :
أللّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ (هَا) وَلاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهُ (هَا)
وَاغْفِرْلَنَا وَلَهُ (لَهَا) وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِى قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيْمٌ
d.  Kemudian salam :
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ (أَسْأَلُكَ الْفَوْزَ بِالْجَنَّةِ) اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ (أَسْأَلُكَ النَّجَاةَ مِنَ النَّارِ وَالْعَفْوَ عِنْدَ الْحِسَابِ)
4.  Tempat Shalat Jenazah
Shalat jenazah bisa dilaksanakan di mana saja asalkan di tempat yang suci. Diutamakan bertempat di mushalla. Sedangkan pengaturannya adalah sebagai berikut :
a.  Bentuk Shaf Shalat Jenazah
Rasulullah bersabda SAW, : “Tidaklah orang muslim meninggal kemudian ia dishalati oleh tiga shaf dari orang-orang muslim, kecuali ia menghaki masuk surga”.(HR. Abu Daud, Ibnu Majah, At-Tirmidzi).
Dalam hal memperoleh fadhilah tiga shaf ini, ulama berbeda pendapat. Ibnu Hajar berpendapat, satu shaf minimal 2 orang. Menurut imam Ramli satu shaf bisa satu orang. Jadi, untuk mendapat fadhilah shaf, minimal mushalli berjumlah 6 orang, atau 3 orang. Bentuk shaf seperti ini penting diatur bila yang menyalati sedikit.
b.  Posisi Mayit dan Orang yang Menyalati
Bila laki-laki, maka kepala mayit sunnah berada di sebelah kiri imam. (nisbat negara Indonesia : arah selatan). Bila mayit perempuan, kepala mayit diletakkan di sebelah kanan imam (utara). Posisi imam, bila mayit laki-laki, maka berada didekat kepala mayit. Bila mayit perempuan, maka didekat pantatnya.
c.  Makmum masbuq
Adalah makmum yang tidak mengikuti bacaan surat al-Fatihah bersama imam. Semisal kita baru takbiratul ihram, sedangkan imam sudah melakukan takbir yang ketiga. Maka, kita harus langsung membaca surat al-Fatihah. Bila imam melakukan takbir keempat, maka kita langsung takbir juga, sekalipun bacaan al-Fatihah belum selesai. Bila imam mengucapkan salam, maka kita melanjutkan shalat dengan takbir ketiga dan seterusnya dengan mengikuti rukun dan bacaan yang sudah ada.
d.  Shalat ghaib
Shalat ghaib adalah menyalati mayit yang berada di batas luar balad atau desa orang yang menyalati. Oleh karenanya, penduduk desa mayit tidak boleh shalat ghaib. Para ulama berbeda pendapat, shalat ghaib bisa dilakukan bagi setiap orang yang berhalangan untuk hadir ke shalat jenazah, sekalipun masih satu desa dengan si mayit. Jadi yang menjadi pertimba-ngan bukan satu balad atau tidak, melainkan ada dan tidak adanya kesulitan untuk hadir (I’tibar al-masyaqqah).
Cara melakukan shalat jenazah ghaib sama dengan melaksanakan shalat jenazah hadir Hanya saja dalam niatnya, harus menyebut nama atau laqob (gelar) mayit. Bila menjadi makmum, maka cukup dengan niat, “Saya niat menyalati mayit yang dishalati oleh imam”. Berikut ini  Lafazh-Lafazh niat shalat ghaib.
1.  Untuk jenazah seorang laki-laki
أُصَلِّى عَلىٰ الْمَيِّتِ الْغَائِبِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ ِللهِ تَعَالىٰ
2.  Untuk jenazah seorang perempuan
أُصَلِّى عَلىٰ الْمَيِّتَةِ الْغَائِبَةِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ ِللهِ تَعَالىٰ
3.  Bagi makmum yang tidak mengetahui nama mayit yang dishalati oleh Imam
أُصَلِّى عَلىٰ مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ الإِمَامُ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ  مَأْمُوْمًاِللهِ تَعَالىٰ
4.  Untuk beberapa mayit yang tidak diketahui
أُصَلِّى عَلىٰ مَنْ ذُكِرَتْ اَسْمَاؤُهُمْ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ إِمَامًا\مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالىٰ
Ulama berbeda pendapat tentang melaksana-kan shalat ghaib. Ada yang berpendapat sampai tiga hari, satu bulan, selama tubuh mayit masih ada, bahkan ada yang berpendapat selama-lamanya.
Bila mayit sudah dikuburkan, dan kita masih belum sempat menyalati, maka diperbo-lehkan melaksanakan shalat jenazah di kuburnya. Adapun batas waktunya, sama dengan batas waktu shalat ghaib.

e.    Mengubur Mayit
1.  Pemberangkatan Jenazah
Minimal jenazah dibawa dengan cara yang tidak mengandung arti penghinaan pada mayit. Adapun cara membawa yang sempurna adalah :
a.  Ketika mayit siap diberangkatkan, memberi kesaksian bahwa mayit adalah orang baik. Namun tidak semua mayit boleh disaksikan baik. Untuk mayit yang jelas fasiq, maka tidak boleh disaksikan baik.
b.  Mayit dibawa dengan memakai keranda (Madura : kathél), dan dibawa oleh beberapa orang sesuai dengan kebutuhan, minimal dua orang. Diutamakan yang membawanya berjumlah ganjil.
c.  Seperti halnya saat dilahirkan, mayit diberangkat-kan dengan kepala di depan (menghadap ke arah tujuan).
d.  Sunnah mempercepat langkah kaki lebih dari sekedar berjalan biasa. Namun tidak dengan berlari.
e.  Membawa mayit hendaknya dengan sopan dan penuh penghormatan.
f.   Hukum mengantar jenazah ke kuburan sunnah bagi laki-laki, makruh bagi perempuan.
2.  Bentuk lubang kubur
Bentuk lubang kubur ada 2 macam :
a.  Apabila tanahnya keras, maka lebih baik berbentuk liang lahad. Yaitu, menggali bagian sisi barat dari lubang kubur, sekitar cukup untuk tempat membaringkan mayit.
b.         Apabila tanahnya lunak (mudah longsor) atau berpasir, maka berbentuk liang cempuri. Yaitu, menggali sisi tengah dari lubang kubur, dengan ukuran bisa membaringkan mayit, dan di sisi kanan kirinya diberi batu bata.
3.  Cara meletakkan mayit ke dalam kubur
a.  Keranda diletakkan diarah kaki lubang kubur (nisbat negara Indonesia : Selatan).
b.  Mayit dimasukan kedalam lubang kubur dengan perlahan-lahan. Sedangkan yang menerima, bila mayit perempuan, maka mahram si mayit. Bila laki-laki, maka yang paling dekat hubungannya dengan si mayit.
c.  Ketika memasukkan mayit, sunnah membaca do’a:
بِسْمِ اللهِ وَعَلىٰ مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ e
Artinya : “Dengan menyebut nama Allah dan atas nama agama Rasulullah”.
d.  Mayit diletakkan pada tempat yang telah dipersiapkan dan wajib dihadapkan ke arah kiblat.
e.  Ikatan kain kafan bagian kepala dibuka, lalu wajah dan pipi mayit ditempelkan ke tanah.
f.   Tubuh mayit sunnah diberi penupang (Madura : lubelu) (bisa dengan batu atau kayu), untuk menjaga agar mayit tidak berubah terlentang atau telungkup.
g.  Sebelum ditimbuni tanah, tubuh mayit wajib ditutupi dengan papan kayu atau lainnya, agar tanah timbunan tidak langsung mengena mayit.
h.  Mayit dibacakan adzan dan iqamah.
i.   Lalu lubang kubur ditimbun, dan tanah timbunan ditinggikan satu jengkal atau ± 25 cm.
j.   Kuburan disiram dengan air dingin, sekalipun tanah telah basah oleh air hujan
k.  Juga sunnah ditanami atau diberi bunga.
l.          Kuburan diberi batu nisan
m. Setelah proses penguburan selesai, sunnah dibacakan talqin dengan bahasa Arab, dan sunnah diterjemah dengan bahasa yang dimengerti oleh para pengantar jenazah
n.  Setelah proses pemakaman selesai, para pengantar jenazah sunnah tidak langsung pulang, tetapi diam dulu dan berdzikir atau membaca al-Qur’an mendoakan mayit.
4.  Etika orang yang mengantarkan jenazah
a.  Tafakkur, meresapi arti sebuah kematian.
b.  Berjalan di depan dan di dekat mayit.
c.  Dimakruhkan ramai-ramai dan bersuara keras serta membicarakan masalah dunia.
d.  Sunnah dengan jalan kaki. Megantarkan jenazah ke pekuburan dengan naik kendaraan hukumnya makruh. 
e.  Mengantarkan jenazah sampai proses penguburan selesai secara sempurna. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ شَهِدَ الْجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ عَلَيْهَا فَلَهُ قِيْرَاطٌ وَمَنْ شَهِدَهَا حَتَّى تُدْفَنَ فَلَهُ قِيْرَاطَانِ" قِيْلَ وَماَ الْقِيْرَاطَانِ قَالَ "مِثْلُ الجَبَلَيْنِ الْعَظِيْمَيْنِ )متفق عليه(
Artinya : “Barang siapa yang ikut menyaksikan jenazah terus menyalatinya maka ia mendapat pahala satu qirath. Jika sampai menyaksikan penguburannya, maka mendapat pahala dua qirath. Nabi ditanyakan apa maksud dua qirath? Nabi menjawab satu qirath seperti dua gunung yang besar”. (HR. Imam  Bukhari-Muslim).
Bagi orang yang melihat iring-iringan orang mengantarkan jenazah, maka hendaklah ia berdiri meskipun bukan jenazah orang Islam, sesuai sabda Rasulullah :
عَنْ جَابِرٍ مَرَّتْ بِنَا جَنَازَةٌ فَقَامَ لهَاَ النَّبِىُّ e فَقُمْنَابِه، فَقَلْنَا ياَرَسُوْلَ اللهِ إِنَّهَا جَنَازَةُ يَهُوْدِيٍّ، قَالَ إِذَا رَأَيْتُمُ الْجَنَازَةَ فَقُوْمُوْا ) رواه البخارى (
f..   Talqin Mayit
لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ وَهُوَ عَلىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ, كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُوْرَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِوَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَاالْحَيٰوةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ اْلغُرُوْرِ. كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقٰى وَجْهُ رَبِّكَ ذُوْاالجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ. (يَاعَبْدَ اللهِ بْنَ عَبْدِ اللهِ يَا أَمَةَ اللهِ بِنْتَ عَبْدَ اللهِ أُذْكُرِ ( أُذْكُرِيْ ) الْعَهْدَ اَلَّذِيْ خَرَجْتَ (خَرَجْتِ) عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا. شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ الله ُوَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَّ اْلجَنَّةَ حَقٌّ وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ وَأَنَّ الْبَعْثَ حَقُّ وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لاَرَيْبَ فِيْهَا. وَأَنَّ الله َيَبْعَثُ مَنْ فىِ اْلقُبُوْرِ. قُلْ (قُوْلىِ) رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا
وَبِمُحَمَّدٍ صَلىَّ الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا وَّرَسُوْلاً وَباِلْكَعْبَةِ قِبْلَةً وَبِاْلقُرْآنِ إِمَامًا وَبِالْمُؤْمِنِيْنَ إِخْوَانًا. رَبِّيَ الله ُلآإِلٰهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ 3x ثَبَّتَكَ (ثَبَّتَكِ) الله ُبِاْلقَوْلِ الثَّابِتِ 2x ثَبَّتَ الله ُالَّذِيْنَ أَمَنُوْا بِاْلقَوْلِ الثَّابِتِ فىِ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفىِ اْلأَخِرَةِ.
اَللَّهُمَّ يَاأَنِيْسَ كُلِّ وَحِيدٍ وَمَا حَاضِرًا لَيْسَ يَغِيْبُ آنِسْ وَحْدَتَنَا وَوَحْدَتَهُ وَارْحَمْ غُرْبَتَنَا وَغُرْبَتَهُ وَلَقِّنْهُ حُجَّتَهُ وَلاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَارَبَّ اْلعَالمَِيْنَ, سُبْحَانَكَ رَبِّ اْلعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلىَ الْمُرْسَلِيْنَ يَارَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. 
g.    Ziarah Kubur
Ziarah kubur hukumnya disunnahkan, hikmahnya adalah agar menjadi peringatan dan menyadari bahwa setiap jiwa pasti akan mati serta mengingat akan adanya alam akhirat. 
Sedangkan tatacara ziarah kubur :
1.  sebelum duduk dianjurkan mengucapkan salam :
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ يَا حَضْرَةَ الْمَرْحُوْمِ/الْمَرْحُوْمَةِ… يَا أَهْلَ  الدِّيَارِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَإِنَّا إِنْ شَآءَ الله ُبِكُمْ لاَحِقُوْنَ
2.   kemudian membaca al-Qur’an atau Tahlil, serta memohon kepada Allah agar pahala bacaannya disampaikan pada si mayit. Dan jangan lupa, dalam do’a tersebut disisipi kalimat :
اَللَّهُمَّ أَوْصِلْ ثَوَابَ مَاقَرَأْنَاهُ إِلىٰ … 



h.         Do’a setelah shalat jenazah
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَصَلَّى الله ُوَسَلَّمَ عَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ0 اَلّلهُمَّ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ اَلّلهُمَّ هٰذَا عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ خَرَجَ مِنْ رَوْحِ الدُّنْيَا وَسَعَتِهَاوَمَحْبُوْبِهَا وَأَحِبَّآئِهِ فِيْهَا إِلىٰ ظُلْمَةِ الْقَبْرِ وَمَا هُوَ لاَقِـيْهِ كَانَ يَشْهَدُ أَنْ لآ إِلٰهَ إِلاَّ أَنْتَ وَحْدَكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ وَأَنَّ مُحَمَّدًا e عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ وَأَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ0 اَللّهُمَّ إِنَّهُ نَزَلَ بِكَ وَأَنْتَ خَيْرُ مَنْزُوْلٍ بِهِ وَأَصْبَحَ فَقِيْرًا إِلىٰ رَحْمَتِكَ وَأَنْتَ غَنِيٌّ عَنْ عَذَابِهِ وَقَدْ جِئْنَاكَ رَاغِبِيْنَ إِلَيْكَ شُفَعَآءَ لَهُ اَللّهُمَّ إِنْ كَانَ مُحْسِنًا فَزِدْ فِى إِحْسَانِهِ وَإِنْ كَانَ مُسِيْئاً فَتَجَاوَزْ عَنْهُ أَلْقِهِ بِرَحْمَتِكَ اْلأَمْنَ مِنْ عَذَابِكَ حَتَّى تَبْعَثَهُ إِلىٰ جَنَّتِكَ يَآأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَصَلَّى الله ُعَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ (دعاء اينى اونتؤ ميت لاكى2، اونتؤ فرمفوان لفظ مذكر دان ضمير مذكر دى كنتى مؤنث)