Sabtu, 09 Mei 2009

Detik-Detik Bersama Rasulullah

AIRMATA RASULULLAH SAW...

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya.

Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk,"Maafkanlah, ayahku sedang demam,"

kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata
dan bertanya pada Fatimah,

"Siapakah itu wahai anakku?"

"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"

tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan.
Seolah-olah bagian demi bagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang
memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah,



Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang
menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.
Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit



dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril,
jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti
ruhmu.
Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu
ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh
kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi.
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"

"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah,

aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku:

'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.



Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh
Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh,
urat-urat lehernya menegang.

"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."
Perlahan Rasulullah mengaduh.

Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam

dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau melihatku,
hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat
pengantar wahyu itu.

"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,"

kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh,
kerana sakit yang tidak tertahankan lagi.

"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa

maut ini kepadaku, jangan pada umatku.

"Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera
mendekatkan telinganya.


"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku -

peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."



Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.

Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya

ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.



"Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"



Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.

Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?

Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi

Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar timbul kesedaran
untuk mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan Rasulnya mencintai kita.

Kerana sesungguhnya selain daripada itu hanyalah fana belaka. Amin...
Usah gelisah apabila dibenci manusia kerana masih ramai yang menyayangi
mu di dunia tapi gelisahlah apabila dibenci Allah kerana tiada lagi yang
mengasihmu diakhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar